Senin, 06 Agustus 2012
Merry Putrian Sayangkan Pembongkaran Sekolah Kartini
Kapanlagi.com - Rencana pembongkaran dan penggusuran sekolah Kartini di Jakarta Utara oleh PT KAI mendapat respon dari selebritis Merry Putrian.
Menurutnya Merry, tindakan tersebut seharusnya tidak terjadi lantaran pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan kesadaran pemerintah dan orang mampu untuk membantu bidang ini, selayaknya segera dipikirkan dan direalisasikan.
"Ini itu harusnya dari kesadaran pemerintah sebenarnya, tapi pemerintah gak bisa kerja sendirian. Salah satunya dukungan dari orang mampu. Harusnya bagi Bagi pemerintah, soal pendidikan itu nomor satu," urai Merry, Jumat (3/8) malam.
Merry yang dijumpai di Senayan City, Jakarta juga menyayangkan jika sekolah Kartini benar-benar dibongkar, "Janganlah dibongkar, apalagi dalam kondisi pendidikan gak baik sekarang ini. Sangat disayangkan kalo terjadi," sambungnya.
Perempuan yang pernah menjadi presenter acara gosip selebritis ini menganggap bahwa penggusuran lembaga pendidikan itu bisa membuat Indonesia mengalami kerugian yang mungkin membuat lebih tertinggal dari negara lain. (kpl/dis/aia)
Kapanlagi.com
Rabu, 01 Agustus 2012
Hasil Jual Kopi, Murid Sekolah Ikut Sawer Gedung Baru KPK
JAKARTA, PedomanNEWS - Tak hanya milik pengusaha, aktivis atau pejabat-pejabat negara lainnya yang ikut memberikan dukungan materil untuk pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, murid-murid sekolah pun tak luput dari aktivitas sosial tersebut. Mereka adalah sekolah Darurat Kartini Jakarta yang pada hari ini, Jum'at (29/6) sengaja datang ke gedung KPK guna memberikan dukungannya agar lembaga anti korupsi itu memiliki gedung sendiri.
"Iya supaya KPK punya gedung sendiri," ujar salah seorang guru bernama Ibu Rian kepada PedomanNEWS di posko 'saweran' di plataran parkir gedung KPK, Jakarta, Jum'at (29/6).
Sekitar Rp466,700 adalah uang yang berhasil dikumpulkan. Uang tersebut, kata Rian, adalah jerih payah siswanya dengan bekerja keras menjual beberapa minuman dan pakaian di lingkungan sekolahnya.
"Itu baru kemarin dikumpulkannya. Dan uangnya itu hasil dari jual kopi, batik, dan sumbangan-sumbangan dari orang tua mereka. Ya tahulah kalau kelaurga mereka orang yang tidak mampu," tuturnya.
Selain Rian, Rossy yang juga guru sekolah tersebut menegaskan bahwa murid-muridnya begitu riang membantu lembaga komisioner itu. Bahkan mereka rela datang ke KPK setelah pulang sekolah.
"Mereka datang ke sini dengan senang hati. Tapi mereka ke sini selepas pulang sekolah jadi tidak mengganggu aktivitasnya," tandasnya.
CR-1/Sunandar
Sumber : PedomanNEWS
Guru Sekolah Kartini Tak Berharap pada Pemerintah
TEMPO.CO, Jakarta - Sri Irianingsih dan Sri Rossiati, dua orang guru kembar yang mengajar di Sekolah Darurat Kartini, menyatakan tak lagi berharap pada bantuan pemerintah. Soalnya, mereka mengaku pernah dikecewakan.
Sri Irianingsih mengatakan cerita itu bermula pada 2006. Saat itu, ia dan saudaranya masih mengajar anak-anak miskin di sekolah darurat yang didirikannya di kawasan Tanah Merah, Plumpang, Jakarta Utara. Pemerintah Jakarta, melalui Dinas Pendidikan, disebutnya menawarkan bantuan. "Semua anak murid kami didaftar lalu dimasukkan ke sekolah-sekolah negeri setempat," ujarnya, Senin, 23 Juli 2012.
Semula, perempuan yang akrab disapa Rian ini gembira. Muridnya mendapat tempat dan pendidikan yang lebih layak. Tapi yang terjadi kemudian tak seindah itu. Hanya beberapa hari bersekolah di sekolah negeri, anak-anak itu kembali lagi ke sekolah lamanya. "Katanya sudah tidak ada uangnya, ya kami terima lagi," kata Rian.
Rian dan Rossi, saudara kembarnya, telah merintis Sekolah Darurat Kartini sejak 1990. Mereka memberikan pendidikan dan pelatihan gratis bagi anak-anak kurang mampu di dekat permukiman anak-anak itu, di kolong tol atau dekat rel kereta. Beberapa kali mereka berpindah karena digusur aparat.
Kini, mereka menempati bangunan 10 x 40 meter di kawasan pergudangan Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara. Hanya, kelangsungan kegiatan belajar-mengajar mereka di sana rupanya tak akan lama. PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana menertibkan bangunan-bangunan di sisi rel. Surat pemberitahuan untuk pengosongan lahan pun telah dilayangkan. Batas waktu pengosongan lahan adalah 9 September mendatang.
Agar tak kembali ke kolong tol, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan akan berupaya mencari jalan keluar untuk Sekolah Darurat Kartini, yang terancam pembongkaran oleh PT Kereta Api Indonesia. "Kami sudah berkoordinasi melalui Seksi Pendidikan Informal Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Utara," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto.
Rian yang mengaku telah bertemu perwakilan dari Dinas Pendidikan menyambut dingin. "Saya takut kejadiannya seperti dulu," ujarnya.
Sri Irianingsih mengatakan cerita itu bermula pada 2006. Saat itu, ia dan saudaranya masih mengajar anak-anak miskin di sekolah darurat yang didirikannya di kawasan Tanah Merah, Plumpang, Jakarta Utara. Pemerintah Jakarta, melalui Dinas Pendidikan, disebutnya menawarkan bantuan. "Semua anak murid kami didaftar lalu dimasukkan ke sekolah-sekolah negeri setempat," ujarnya, Senin, 23 Juli 2012.
Semula, perempuan yang akrab disapa Rian ini gembira. Muridnya mendapat tempat dan pendidikan yang lebih layak. Tapi yang terjadi kemudian tak seindah itu. Hanya beberapa hari bersekolah di sekolah negeri, anak-anak itu kembali lagi ke sekolah lamanya. "Katanya sudah tidak ada uangnya, ya kami terima lagi," kata Rian.
Rian dan Rossi, saudara kembarnya, telah merintis Sekolah Darurat Kartini sejak 1990. Mereka memberikan pendidikan dan pelatihan gratis bagi anak-anak kurang mampu di dekat permukiman anak-anak itu, di kolong tol atau dekat rel kereta. Beberapa kali mereka berpindah karena digusur aparat.
Kini, mereka menempati bangunan 10 x 40 meter di kawasan pergudangan Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara. Hanya, kelangsungan kegiatan belajar-mengajar mereka di sana rupanya tak akan lama. PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana menertibkan bangunan-bangunan di sisi rel. Surat pemberitahuan untuk pengosongan lahan pun telah dilayangkan. Batas waktu pengosongan lahan adalah 9 September mendatang.
Agar tak kembali ke kolong tol, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan akan berupaya mencari jalan keluar untuk Sekolah Darurat Kartini, yang terancam pembongkaran oleh PT Kereta Api Indonesia. "Kami sudah berkoordinasi melalui Seksi Pendidikan Informal Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Utara," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto.
Rian yang mengaku telah bertemu perwakilan dari Dinas Pendidikan menyambut dingin. "Saya takut kejadiannya seperti dulu," ujarnya.
Sumber : Tempo.co
Tata Liem: Sekolah Darurat Kartini Harus Dipertahankan
Kapanlagi.com - Anak-anak jalanan yang mengenyam pendidikan di Sekolah Darurat Kartini di Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara terancam tak bisa lagi mendapatkan ilmu secara gratis. Sri Rossyati, Sri Irianingsih, serta guru sukarela lain tak lagi bisa mengajar di sana.
Sekolah tersebut bakal digusur PT KAI yang menganggap bangunan mereka mencaplok lahan milik perusahaan BUMN itu. Karuan hal ini mendapat perhatian masyarakat, salah satunya Tata Liem. Menurutnya sangat disayangkan jika penggusuran terjadi.
Dengan Sekolah Kartini itu anak-anak jalanan dapat belajar membaca dan menulis. "Iya sangat menyayangkan sekali kalau sekolah digusur. Apalagi setau saya kedua ibu kembar itu yang langsung mengajar matematika dan baca tulis," katanya, Senin (30/7).
Sekolah itu selayaknya dipertahankan, mengingat tak sedikit anak yang kurang mampu, menimba ilmu di sana. "Menurut saya harus dipertahankan dan dihargailah usaha kedua ibu itu dalam mendidik anak-anak yang kurang mampu. Dan jangan digusur sekolah itu," terangnya, via BBM.
Dikhawatirkan, dengan penggusuran itu, anak-anak yang mempunyai minat belajar tidak tahu mesti ke mana. "Kasihan kan anak-anak yang kurang mampu nanti mau ke mana mereka belajar," ungkapnya. (kpl/dis/dew)
Sumber : Kapanlagi.com
Jangan Gusur Sekolah Kami
Aktivitas belajar mengajar di sekolah darurat Kartini yang berlokasi di Kampung Bandan, Pergudangan, Jakarta Utara. |
Bangunan disamping rel kereta api itu terlihat riuh. Seratus lebih anak beragam usia duduk menghadap papan tulis. Sementara sebagian yang lain, sibuk mengerjakan tugas sambil sesekali bercanda dengan temannya. Anak-anak tersebut merupakan siswa Sekolah Darurat Kartini, sebuah sekolah yang didedikasikan untuk anak-anak jalanan, anak-anak miskin dan anak-anak yang tak memiliki dokumen kependudukan.
Ketika dikunjungi Selasa siang pekan lalu, mereka tengah belajar di gudang yang disulap menjadi ruang kelas. Tak tampak alat peraga, perpustakaan apalagi layar LCD di sekolah ini. Hanya ada meja, kursi dan papan tulis kayu yang mengisi bangunan seluas lapangan tenis tersebut. Semua siswa mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama berjejal di ruang yang sama. Mereka hanya dipisahkan selembar papan kayu, yang sekaligus menjadi penanda ruang kelas.
Namun anak-anak tersebut tinggal menghitung hari untuk meninggalkan bangunan yang semuanya dicat pink itu. Sebab pemilik bangunan, PT Kereta Api Indonesia, berencana menggusur mereka September mendatang. Surat pemberitahuan sudah dilayangkan. Sebagai peminjam, pengelola sekolah tak bisa berbuat banyak. Sri Rosiati, 63 tahun, salah seorang pendiri sekolah mengatakan, akan memindahkan sekolah kembali ke kolong tol. “Sekolah itu dimana saja, yang penting ikut ujian,” ujar alumni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang ini.
Sekolah Darurat Kartini tak gusar dengan penggusuran itu, karena memang ini bukan yang pertama kalinya mereka alami. Sejak berdiri pada 1990, sekolah yang dibidani Rosi bersama saudara kembarnya, Sri Irianingsih, sudah lima kali digusur. “Penggusuran sekarang yang keenam kalinya,” ujar Rosi yang mengaku tak putus asa. Dia menegaskan, akan tetap mempertahankan sekolah tersebut agar anak-anak yang tak beruntung berhak mendapatkan pendidikan. “Rata-rata siswa disini anak pemulung, tukang air, anak terlantar, anak jalanan, rumahnya gubuk, bahkan ada yang tinggal diemperan,” papar dosen psikologi ini.
Rosi dan saudaranya juga sudah komitmen untuk tidak meminta bantuan pemerintah. Sebab, kata dia, selama ini pemerintah hanya memberi janji dan tak pernah merealisasikannya “Kalau kita ketemu pejabat dikasih kartu nama dan disuruh nelpon. Begitu di telepon tidak diangkat, sms ngga dibalas, malah telepon genggamnya dimatiin. Lalu untuk apa? Jadi kalau dikasih kartu nama pejabat pemerintah, biasanya saya buang,” tutur Rosi.
Kendati pengelola sekolah menanggapi rencana penggusuran itu dengan santai, namun tidak demikian halnya dengan siswa. “Tolong jangan gusur sekolah kami,” ujar seorang siswa, Agam Syafrumaini, dengan wajah memelas.
Bocah 13 tahun itu mengatakan, Sekolah Darurat Kartini merupakan tumpuannya untuk mencapai cita-cita sebagai anggota TNI. Ia juga mengaku mencintai sekolahnya karena tidak hanya gratis, tapi juga diberi fasilitas belajar berupa buku, seragam hingga makan. Agam, yang bapaknya hanya kuli bangunan, bergabung dengan Sekolah Darurat Kartini sejak balita dan sekarang sudah duduk di kelas 2 SMP.
Ketika dikonfirmasi, PT KAI membenarkan jika bangunan yang ditempati Sekolah Darurat Kartini akan digusur. Pegawai di bidang Hubungan Masyarakat PT KAI, Mateta Zulhaq, mengatakan hal itu dilakukan karena bangunan tersebut menyalahi aturan peruntukannya. Adapun DPR meminta pemerintah daerah turun tangan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Anggota Komisi X Rohmani mengatakan, pemerintah daerah harus membantu. Alasannya, di era otonomi, daerah yang harus turun tangan. Apalagi menurut Rohmani, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta besar.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang harusnya bertanggung jawab dalam hal ini, mengaku sulit membantu Sekolah Darurat Kartini karena kelembagaanya belum jelas. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi, mengatakan Sekolah Darurat Kartini sifatnya informal sehingga tidak jelas kelembagaannya. Meski demikian, lanjutnya, dinas pendidikan sudah berusaha mengakomodasi dengan membolehkan mereka mengikuti ujian dan mendapatkan ijazah. Dia menyarankan, agar kelembagaan Sekolah Darurat Kartini diperjelas untuk mendapatkan bantuan.
Mustakim | Agus Hariyanto
Sumber : http://www.prioritasnews.com/2012/07/30/jangan-gusur-sekolah-kami/
Selasa, 31 Juli 2012
Di Kolong Tol si Kembar Mengabdi
VIVAnews - Ruangan beratap terpal dengan dinding semipermanen sebatas dada orang dewasa itu penuh dengan belasan murid berseragam merah putih. Pandangan anak-anak tertuju pada dua wanita kembar yang berpenampilan seragam.
Berlokasi di pinggir rel kereta Lodan, Ancol, Jakarta Utara, saudara kembar Sri Irianingsih (Rian) dan Sri Rossiati (Rossi) menggawangi sekolah darurat 'Kartini'. Sekolah itu diperuntukkan bagi anak-anak putus sekolah yang hidup di kolong tol.
Bersama sekolah itu, belasan tahun si kembar kelahiran 4 Februari 1950 mencurahkan tenaga dan materi. "Tahun 1990, saya pernah mendirikan sekolah darurat di kawasan Kali Sunter, rel Kereta Senen dan Pasar Rebo, semua sudah kena gusur," kata Rossi dengan nada kesal.
Ide pembangunan sekolah darurat muncul saat Rossi melintasi kolong tol Pluit, Jakarta Utara tahun 1990. Sarjana pendidikan inipun terketuk hatinya saat melihat kehidupan anak-anak dan remaja di situ. "Tanpa pendidikan, mereka tidak akan hidup layak," ujarnya.
Di sekolah darurat, anak-anak didik tidak hanya dibekali pelajaran sesuai kurikulum pendidikan. Rossi dan Rian juga mengajarkan ketrampilan dan memberlakukan piket kebersihan untuk meningkatkan disiplin. Setiap tahun, sekolah ini meluluskan sekitar 100 murid dari berbagai jenjang.
Perjuangan kembar asal Semarang ini memang berat dan melelahkan. Hingga lengser dari jabatan gubernur, Sutiyoso pun tidak pernah mewujudkan janji untuk menyediakan lahan pendidikan bagi anak-anak miskin di kolong tol.
Motto "harus berbagi" yang ditanamkan sang ayah sejak kecil, rupanya begitu dihayati Rossi dan Rian. Selain membiayai seluruh kebutuhan sekolah darurat miliknya, Rossi dan Rian terjun mengajar. "Saya investasikan uang saya Rp4 miliar untuk sekolah ini. Sekolah ini gratis,” ujar Rian.
Setiap bulan, Ibu Kembar menyisihkan Rp 25 juta dari kantong pribadi. Uang itu digunakan untuk membiayai gaji guru, perlengkapan pendidikan, hingga konsumsi 550 muridnya.
Di sekolah 'Kartini', Rossi dan Rian memiliki 10 guru profesional yang siap mengajar anak didiknya dari TK sampai SMA. Empat guru bergelar sarjana pendidikan dan enam guru berasal dari TNI.
Berjiwa sosial tinggi adalah syarat utama yang diberlakukan Rossi dan Rian terhadap seluruh pengajar. Keduanya tidak ingin semangat “harus berbagi” yang diwariskan ayahnya dicemari orang yang tidak bertanggung jawab. "Kalau ada guru kita yang ketahuan cari uang, langsung kita keluarkan," ujar Rian.
Semangat pantang menyerah Ibu Kembar yang ditebar di kolong tol pun membuahkan hasil positif. Banyak anak didiknya yang kini sukses menapaki dunia profesional. Ada yang menjadi TNI, polisi, karyawan swasta, bahkan pengusaha.
Tapi, itu bukan akhir dari mimpi Rossi dan Rian. Memiliki bangunan sekolah permanen untuk warga miskin adalah mimpi yang belum terwujud. "Mereka ini anak bangsa, berhak mendapatkan pendidikan. Jangan dibiarkan saja. Kita ingin pemerintah membuat wadah untuk orang kere supaya bisa sekolah. Buat wadah untuk mereka di komunitas mereka. Kalau bisa bikin asrama," ujar keduanya.
Vivanews
http://life.viva.co.id/news/read/11767-di_kolong_tol_si_kembar_mengabdi
Berlokasi di pinggir rel kereta Lodan, Ancol, Jakarta Utara, saudara kembar Sri Irianingsih (Rian) dan Sri Rossiati (Rossi) menggawangi sekolah darurat 'Kartini'. Sekolah itu diperuntukkan bagi anak-anak putus sekolah yang hidup di kolong tol.
Bersama sekolah itu, belasan tahun si kembar kelahiran 4 Februari 1950 mencurahkan tenaga dan materi. "Tahun 1990, saya pernah mendirikan sekolah darurat di kawasan Kali Sunter, rel Kereta Senen dan Pasar Rebo, semua sudah kena gusur," kata Rossi dengan nada kesal.
Ide pembangunan sekolah darurat muncul saat Rossi melintasi kolong tol Pluit, Jakarta Utara tahun 1990. Sarjana pendidikan inipun terketuk hatinya saat melihat kehidupan anak-anak dan remaja di situ. "Tanpa pendidikan, mereka tidak akan hidup layak," ujarnya.
Di sekolah darurat, anak-anak didik tidak hanya dibekali pelajaran sesuai kurikulum pendidikan. Rossi dan Rian juga mengajarkan ketrampilan dan memberlakukan piket kebersihan untuk meningkatkan disiplin. Setiap tahun, sekolah ini meluluskan sekitar 100 murid dari berbagai jenjang.
Perjuangan kembar asal Semarang ini memang berat dan melelahkan. Hingga lengser dari jabatan gubernur, Sutiyoso pun tidak pernah mewujudkan janji untuk menyediakan lahan pendidikan bagi anak-anak miskin di kolong tol.
Motto "harus berbagi" yang ditanamkan sang ayah sejak kecil, rupanya begitu dihayati Rossi dan Rian. Selain membiayai seluruh kebutuhan sekolah darurat miliknya, Rossi dan Rian terjun mengajar. "Saya investasikan uang saya Rp4 miliar untuk sekolah ini. Sekolah ini gratis,” ujar Rian.
Setiap bulan, Ibu Kembar menyisihkan Rp 25 juta dari kantong pribadi. Uang itu digunakan untuk membiayai gaji guru, perlengkapan pendidikan, hingga konsumsi 550 muridnya.
Di sekolah 'Kartini', Rossi dan Rian memiliki 10 guru profesional yang siap mengajar anak didiknya dari TK sampai SMA. Empat guru bergelar sarjana pendidikan dan enam guru berasal dari TNI.
Berjiwa sosial tinggi adalah syarat utama yang diberlakukan Rossi dan Rian terhadap seluruh pengajar. Keduanya tidak ingin semangat “harus berbagi” yang diwariskan ayahnya dicemari orang yang tidak bertanggung jawab. "Kalau ada guru kita yang ketahuan cari uang, langsung kita keluarkan," ujar Rian.
Semangat pantang menyerah Ibu Kembar yang ditebar di kolong tol pun membuahkan hasil positif. Banyak anak didiknya yang kini sukses menapaki dunia profesional. Ada yang menjadi TNI, polisi, karyawan swasta, bahkan pengusaha.
Tapi, itu bukan akhir dari mimpi Rossi dan Rian. Memiliki bangunan sekolah permanen untuk warga miskin adalah mimpi yang belum terwujud. "Mereka ini anak bangsa, berhak mendapatkan pendidikan. Jangan dibiarkan saja. Kita ingin pemerintah membuat wadah untuk orang kere supaya bisa sekolah. Buat wadah untuk mereka di komunitas mereka. Kalau bisa bikin asrama," ujar keduanya.
Vivanews
http://life.viva.co.id/news/read/11767-di_kolong_tol_si_kembar_mengabdi
Kisah Para Kartini Modern
VIVAnews - Kartini tak lagi sekedar wanita yang mampu bekerja di luar rumah. Menjelma sebagai 'kartini modern', mereka juga harus mampu menunjukkan peran bagi keluarga dan lingkungan sosialnya. Mereka muncul sebagai sosok superhero yang pantas dijadikan panutan.
Siti Aminah bisa jadi salah satu kartini modern. Lewat klinik di Jalan Toba D7 No 21, Komplek Bea Cukai Sukapura, Jakarta Timur, miliknya, Aminah mengabdikan diri menolong warga miskin yang sakit.
Mayoritas pasiennya adalah kalangan miskin seperti pemulung dan buruh kasar. Karenanya, Aminah ikhlas jika pasiennya membayar dengan bumbu dapur, sayuran, ataupun penggorengan. Malah tak jarang hanya ucapan terima kasih. “Bagaimana mau bayar. Paling mereka hanya bisa menangis,” katanya lirih.
Pada 1994, ia tak ragu menyulap rumah dua lantai milinya menjadi klinik. Lantai dasar terdapat satu kamar bersalin lengkap dengan peralatannya, satu kamar perawatan intensif, dan lima kamar perawatan umum yang disekat. Sedangkan ruang ultrasonografi ditempatkan di lantai dua.
Wanita yang akrab disapa Bidan Aminah ini juga merombak mobil minivan pribadinya menjadi ambulans. Ia bahkan tak ragu harus menyetir sendiri ketika ada pasiennya yang membutuhkan jasa angkut ambulans.
Selain sebagai bidan, Aminah juga mengajar etika kedokteran. “Saat mengajar saya jejali anak-anak dengan idealisme dan, loyalitas kepada masyarakat,” kata wanita yang memberlakukan subsidi silang di kliniknya. Pengobatan pasien miskin akan disubsidi pasien yang mampu membayar.
'Keperkasaan' juga ditampilkan saudara kembar Sri Irianingsih (Rian) dan Sri Rossiati (Rossi). Wanita yang akrab disapa Ibu Kembar ini menggawangi sekolah darurat 'Kartini', khusus bagi anak-anak putus sekolah yang hidup di kolong tol.
Bersama sekolah itu, belasan tahun si kembar kelahiran 4 Februari 1950 mencurahkan tenaga dan materi. "Tahun 1990, saya pernah mendirikan sekolah darurat di kawasan Kali Sunter, rel Kereta Senen dan Pasar Rebo, semua sudah kena gusur," kata Rossi dengan nada kesal.
Dengan motto 'harus berbagi', mereka tak hanya membiayai seluruh kebutuhan sekolah, tapi juga terjun mengajar. Namun pada akhir 2008, mereka dibantu 10 guru profesional yang siap mengajar anak didiknya dari TK sampai SMA. Empat guru bergelar sarjana pendidikan dan enam guru berasal dari TNI.
Semangat pantang menyerah Ibu Kembar yang ditebar di kolong tol pun membuahkan hasil positif. Banyak anak didiknya yang kini sukses menapaki dunia profesional. Ada yang menjadi TNI, polisi, karyawan swasta, bahkan pengusaha.
Bidan Aminah dan Ibu Kembar merupakan contoh Kartini Modern yang layak jadi panutan. Mereka tak hanya mendapat peran sosial di luar rumah, tapi juga menunjukkan perannya bagi kepentingan orang di sekeliling.
• VIVAnews
http://ureport.news.viva.co.id/news/read/216031-kisah-kartini-modern--mengabdi-bagi-sesama
Siti Aminah bisa jadi salah satu kartini modern. Lewat klinik di Jalan Toba D7 No 21, Komplek Bea Cukai Sukapura, Jakarta Timur, miliknya, Aminah mengabdikan diri menolong warga miskin yang sakit.
Mayoritas pasiennya adalah kalangan miskin seperti pemulung dan buruh kasar. Karenanya, Aminah ikhlas jika pasiennya membayar dengan bumbu dapur, sayuran, ataupun penggorengan. Malah tak jarang hanya ucapan terima kasih. “Bagaimana mau bayar. Paling mereka hanya bisa menangis,” katanya lirih.
Pada 1994, ia tak ragu menyulap rumah dua lantai milinya menjadi klinik. Lantai dasar terdapat satu kamar bersalin lengkap dengan peralatannya, satu kamar perawatan intensif, dan lima kamar perawatan umum yang disekat. Sedangkan ruang ultrasonografi ditempatkan di lantai dua.
Wanita yang akrab disapa Bidan Aminah ini juga merombak mobil minivan pribadinya menjadi ambulans. Ia bahkan tak ragu harus menyetir sendiri ketika ada pasiennya yang membutuhkan jasa angkut ambulans.
Selain sebagai bidan, Aminah juga mengajar etika kedokteran. “Saat mengajar saya jejali anak-anak dengan idealisme dan, loyalitas kepada masyarakat,” kata wanita yang memberlakukan subsidi silang di kliniknya. Pengobatan pasien miskin akan disubsidi pasien yang mampu membayar.
'Keperkasaan' juga ditampilkan saudara kembar Sri Irianingsih (Rian) dan Sri Rossiati (Rossi). Wanita yang akrab disapa Ibu Kembar ini menggawangi sekolah darurat 'Kartini', khusus bagi anak-anak putus sekolah yang hidup di kolong tol.
Bersama sekolah itu, belasan tahun si kembar kelahiran 4 Februari 1950 mencurahkan tenaga dan materi. "Tahun 1990, saya pernah mendirikan sekolah darurat di kawasan Kali Sunter, rel Kereta Senen dan Pasar Rebo, semua sudah kena gusur," kata Rossi dengan nada kesal.
Dengan motto 'harus berbagi', mereka tak hanya membiayai seluruh kebutuhan sekolah, tapi juga terjun mengajar. Namun pada akhir 2008, mereka dibantu 10 guru profesional yang siap mengajar anak didiknya dari TK sampai SMA. Empat guru bergelar sarjana pendidikan dan enam guru berasal dari TNI.
Semangat pantang menyerah Ibu Kembar yang ditebar di kolong tol pun membuahkan hasil positif. Banyak anak didiknya yang kini sukses menapaki dunia profesional. Ada yang menjadi TNI, polisi, karyawan swasta, bahkan pengusaha.
Bidan Aminah dan Ibu Kembar merupakan contoh Kartini Modern yang layak jadi panutan. Mereka tak hanya mendapat peran sosial di luar rumah, tapi juga menunjukkan perannya bagi kepentingan orang di sekeliling.
http://ureport.news.viva.co.id/news/read/216031-kisah-kartini-modern--mengabdi-bagi-sesama