Selasa, 31 Juli 2012

Di Kolong Tol si Kembar Mengabdi

0 komentar
VIVAnews - Ruangan beratap terpal dengan dinding semipermanen sebatas dada orang dewasa itu penuh dengan belasan murid berseragam merah putih. Pandangan anak-anak tertuju pada dua wanita kembar yang berpenampilan seragam.

Berlokasi di pinggir rel kereta Lodan, Ancol, Jakarta Utara, saudara kembar Sri Irianingsih (Rian) dan Sri Rossiati (Rossi) menggawangi sekolah darurat 'Kartini'. Sekolah itu diperuntukkan bagi anak-anak putus sekolah yang hidup di kolong tol.

Bersama sekolah itu, belasan tahun si kembar kelahiran 4 Februari 1950 mencurahkan tenaga dan materi. "Tahun 1990, saya pernah mendirikan sekolah darurat di kawasan Kali Sunter, rel Kereta Senen dan Pasar Rebo, semua sudah kena gusur," kata Rossi dengan nada kesal.

Ide pembangunan sekolah darurat muncul saat Rossi melintasi kolong tol Pluit, Jakarta Utara tahun 1990. Sarjana pendidikan inipun terketuk hatinya saat melihat kehidupan anak-anak dan remaja di situ. "Tanpa pendidikan, mereka tidak akan hidup layak," ujarnya.

Di sekolah darurat, anak-anak didik tidak hanya dibekali pelajaran sesuai kurikulum pendidikan. Rossi dan Rian juga mengajarkan ketrampilan dan memberlakukan piket kebersihan untuk meningkatkan disiplin. Setiap tahun, sekolah ini meluluskan sekitar 100 murid dari berbagai jenjang.

Perjuangan kembar asal Semarang ini memang berat dan melelahkan. Hingga lengser dari jabatan gubernur, Sutiyoso pun tidak pernah mewujudkan janji untuk menyediakan lahan pendidikan bagi anak-anak miskin di kolong tol.

Motto "harus berbagi" yang ditanamkan sang ayah sejak kecil, rupanya begitu dihayati Rossi dan Rian. Selain membiayai seluruh kebutuhan sekolah darurat miliknya, Rossi dan Rian terjun mengajar. "Saya investasikan uang saya Rp4 miliar untuk sekolah ini. Sekolah ini gratis,” ujar Rian.

Setiap bulan, Ibu Kembar menyisihkan Rp 25 juta dari kantong pribadi. Uang itu digunakan untuk membiayai gaji guru, perlengkapan pendidikan, hingga konsumsi 550 muridnya. 

Di sekolah 'Kartini', Rossi dan Rian memiliki 10 guru profesional yang siap mengajar anak didiknya dari TK sampai SMA. Empat guru bergelar sarjana pendidikan dan enam guru berasal dari TNI. 

Berjiwa sosial tinggi adalah syarat utama yang diberlakukan Rossi dan Rian terhadap seluruh pengajar. Keduanya tidak ingin semangat “harus berbagi” yang diwariskan ayahnya dicemari orang yang tidak bertanggung jawab. "Kalau ada guru kita yang ketahuan cari uang, langsung kita keluarkan," ujar Rian.

Semangat pantang menyerah Ibu Kembar yang ditebar di kolong tol pun membuahkan hasil positif. Banyak anak didiknya yang kini sukses menapaki dunia profesional. Ada yang menjadi TNI, polisi, karyawan swasta, bahkan pengusaha. 

Tapi, itu bukan akhir dari mimpi Rossi dan Rian. Memiliki bangunan sekolah permanen untuk warga miskin adalah mimpi yang belum terwujud. "Mereka ini anak bangsa, berhak mendapatkan pendidikan. Jangan dibiarkan saja. Kita ingin pemerintah membuat wadah untuk orang  kere supaya bisa sekolah. Buat wadah untuk mereka di komunitas mereka. Kalau bisa bikin asrama," ujar keduanya.



Vivanews


http://life.viva.co.id/news/read/11767-di_kolong_tol_si_kembar_mengabdi

Kisah Para Kartini Modern

0 komentar
VIVAnews - Kartini tak lagi sekedar wanita yang mampu bekerja di luar rumah. Menjelma sebagai 'kartini modern', mereka juga harus mampu menunjukkan peran bagi keluarga dan lingkungan sosialnya. Mereka muncul sebagai sosok superhero yang pantas dijadikan panutan. 

Siti Aminah bisa jadi salah satu kartini modern. Lewat klinik di Jalan Toba D7 No 21, Komplek Bea Cukai Sukapura, Jakarta Timur, miliknya, Aminah mengabdikan diri menolong warga miskin yang sakit. 

Mayoritas pasiennya adalah kalangan miskin seperti pemulung dan buruh kasar. Karenanya, Aminah ikhlas jika pasiennya membayar dengan bumbu dapur, sayuran, ataupun penggorengan. Malah tak jarang hanya ucapan terima kasih. “Bagaimana mau bayar. Paling mereka hanya bisa menangis,” katanya lirih.

Pada 1994, ia tak ragu menyulap rumah dua lantai milinya menjadi klinik. Lantai dasar terdapat satu kamar bersalin lengkap dengan peralatannya, satu kamar perawatan intensif, dan lima kamar perawatan umum yang disekat. Sedangkan ruang ultrasonografi ditempatkan di lantai dua.



Wanita yang akrab disapa Bidan Aminah ini juga merombak mobil minivan pribadinya menjadi ambulans. Ia bahkan tak ragu harus menyetir sendiri ketika ada pasiennya yang membutuhkan jasa angkut ambulans. 

Selain sebagai bidan, Aminah juga mengajar etika kedokteran. “Saat mengajar saya jejali anak-anak dengan idealisme dan, loyalitas kepada masyarakat,” kata wanita yang memberlakukan subsidi silang di kliniknya. Pengobatan pasien miskin akan disubsidi pasien yang mampu membayar.

'Keperkasaan' juga ditampilkan saudara kembar Sri Irianingsih (Rian) dan Sri Rossiati (Rossi). Wanita yang akrab disapa Ibu Kembar ini menggawangi sekolah darurat 'Kartini', khusus bagi anak-anak putus sekolah yang hidup di kolong tol. 

Bersama sekolah itu, belasan tahun si kembar kelahiran 4 Februari 1950 mencurahkan tenaga dan materi. "Tahun 1990, saya pernah mendirikan sekolah darurat di kawasan Kali Sunter, rel Kereta Senen dan Pasar Rebo, semua sudah kena gusur," kata Rossi dengan nada kesal.

Dengan motto 'harus berbagi', mereka tak hanya membiayai seluruh kebutuhan sekolah, tapi juga terjun mengajar. Namun pada akhir 2008, mereka dibantu 10 guru profesional yang siap mengajar anak didiknya dari TK sampai SMA. Empat guru bergelar sarjana pendidikan dan enam guru berasal dari TNI.

Semangat pantang menyerah Ibu Kembar yang ditebar di kolong tol pun membuahkan hasil positif. Banyak anak didiknya yang kini sukses menapaki dunia profesional. Ada yang menjadi TNI, polisi, karyawan swasta, bahkan pengusaha.

Bidan Aminah dan Ibu Kembar merupakan contoh Kartini Modern yang layak jadi panutan. Mereka tak hanya mendapat peran sosial di luar rumah, tapi juga menunjukkan perannya bagi kepentingan orang di sekeliling.

• VIVAnews
http://ureport.news.viva.co.id/news/read/216031-kisah-kartini-modern--mengabdi-bagi-sesama

Rabu, 25 Juli 2012

Kisah tergusurnya sekolah si miskin di Pademangan

0 komentar
Rosiati dan Riyanti, dua bersaudara ini sedih lantaran sekolah Darurat Kartini yang didirikannya akan digusur. Sekolah yang terletak di Kampung Bandan, Pademangan, Jakarta Utara akan digusur oleh PT KAI.

"Sudah diberi surat layang alasan mau dibongkar untuk pembangunan Peti Kemas. Ini lahan milik PT KAI dan satu bulan lagi rencananya dibongkar," kata Rosiati saat ditemui wartawan, di Pergudangan Jakarta, Jalan Lodan Raya, Kampung Ban dan, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (20/7).

Penggusuran akan dilakukan pada bulan September. Rosi bersama saudaranya pasrah karena menempati lahan milik negara. Sekolah ini sebelumnya diperuntukkan untuk anak-anak tidak mampu.

Kesedihan Rosi bertambah lantaran penggusuran dilakukan bertepatan dengan Hari Anak Nasional 22 Juli 2012. Sekolah yang sudah dirintisnya hampir 16 tahun itu awalnya diberikan oleh seorang pengusaha bernama Liem Li.

"Kami tidak punya lahan ini, karena kami selama ini dipinjami lahan oleh pengusaha Liem Li yang menyewa kepada PT KAI untuk proses belajar mengajar Sekolah Kartini," ujar Rosi.

Rencana penggusuran yang akan dilakukan oleh PT KAI membuat banyak orang tua murid prihatin. Mereka berencana membangun sekolah baru.

"Kami juga sudah dibuatkan secara gotong royong, dibuatkan di bawah kolong Tol Priok, sampai saat ini dalam proses pembangunan," ujar Rosi.

Sebenarnya, Rosi dan Rian tetap ingin mempertahankan sekolah itu, meski harus berpindah-pindah hampir enam kali sejak tahun 1990. Mereka yakin dengan sekolah dan pendidikan, anak-anak lebih memiliki kesempatan besar dalam segala hal.

"Alasan mempertahankan sekolah ini karena wadah untuk anak-anak miskin, marginal, terlantar, dan anak jalanan. Kalau mereka tidak diberikan wadah untuk mendidiknya sekolah, ya pasti mereka berada di jalan, sekolah ini juga dapat meningkatkan taraf hidup mereka," tegas Rosi.
[has] Merdeka.com

Sekolah Darurat Kartini Nyawer Gedung Baru KPK

0 komentar
INILAH.COM, Jakarta - Posko penggalangan dana pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Indonesia Coruption Watch (ICW) kembali didatangi penyumbang.
Setelah mantan menperindag, Fahmi Idris, aktivis Fadjroel Rahman, giliran murid-murid Sekolah Darurat Kartini yang berlokasi di bawah jalan tol Priok memberikan donasinya.

Puluhan murid SD Darurat Kartini dipimpin kepala sekolahnya, mendatangi gedung KPK dengan membawa ember penuh uang koin yang terkumpul mencapai Rp466.700. Dengan antusias mereka mengumpulkan uang hanya dalam waktu semalam.

"Iya dari semalam mereka sudah ribut, ibu kita sumbang buat gedung KPK dong. Tapi duitnya mana? Lalu anak-anak bilang kita kumpulkan aja uang koin," kata Rossi, Kepala Sekolah Darurat Kartini, di kantor KPK, Jumat (29/6/1202).

Dari salah satu murid, Dwi pun menjelaskan alasannya mengumpulkan sumbangan ke posko penggalangan gedung KPK hanya untuk memberantas para koruptor.

"Yang saya tahu kalau KPK tuh untuk memberantas para koruptor, jadi uang koin yang kita kumpulkan untuk membantu KPK buat gedung baru biar makin banyak koruptor ditangkap, terus aku sama temen-temen bisa sekolah gratis," ujarnya. [yeh]

Inilah.com

Sekolah Gratis Kartini (Video)

0 komentar


Sekolah itu penting banget buat kita. Karena itu apapun kondisi kita kalau bisa ya sekolah. Dua ibu kembar membuat sekolah Kartini di kolong jembatan buat memastikan Sobat Teen yang enggak mampu secara ekonomi buat tetap sekolah.






Sumber : http://teenvoice.co.id/2012/07/19/sekolah-darurat-kartini/

Koin untuk Sekolah Kartini Dikumpulkan

0 komentar
TEMPO.COJakarta - Sri Irianingsih dan Sri Rossiati, dua orang guru kembar yang mengajar di Sekolah Darurat Kartini, mengaku mengandalkan bantuan dari beberapa perusahaan swasta yang jadi donatur mereka. 

Selama Ramadan ini, misalnya, mereka bekerja sama dengan pengelola supermarket Giant. Uang receh kembalian konsumen Giant akan didonasikan ke Sekolah Darurat Kartini. Perjanjian penyaluran bantuan itu, kata Rian, dibuat oleh seorang notaris.

Bagaimanapun, Rian tak berharap banyak atas bantuan dari pihak swasta yang jadi donaturnya. Walau sekolahnya akan digusur, punya gedung baru masih di luar angannya. Ia bersama saudara dan segenap muridnya siap kembali ke kolong tol. "Kami enggak butuh banyak, kok. Asal cukup buat beli alat tulis dan bayar ujian persamaan buat anak-anak, sudah cukup," katanya pasrah.

Rian dan Rossi, saudara kembarnya, telah merintis Sekolah Darurat Kartini sejak 1990. Mereka memberikan pendidikan dan pelatihan gratis bagi anak-anak kurang mampu di dekat permukiman anak-anak itu, di kolong tol atau dekat rel kereta. Beberapa kali mereka berpindah karena digusur aparat.

Kini, mereka menempati bangunan 10x40 meter di kawasan pergudangan Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara. Hanya, kelangsungan kegiatan belajar-mengajar mereka di sana rupanya tak akan lama. PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana menertibkan bangunan-bangunan di sisi rel. Surat pemberitahuan untuk pengosongan lahan pun telah dilayangkan. Batas waktu pengosongan lahan adalah 9 September 2012 mendatang.

Agar tak kembali ke kolong tol, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan akan berupaya mencari jalan keluar untuk Sekolah Darurat Kartini, yang terancam pembongkaran oleh PT Kereta Api Indonesia. "Kami sudah berkoordinasi melalui Seksi Pendidikan Informal Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Utara," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto.


Tempo.co

Lika-liku Sekolah Darurat Kartini

0 komentar
JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta memang Ibu Kota. Tetapi, penampakan dan nasib warganya tak semegah status yang disandang kota ini. Tak jauh dari pusat pemerintahan, berdiri sebuah sekolah darurat yang didirikan dua orang saudara kembar, Sri Rossyati (63) dan Sri Irianingsih (63), atau dikenal dengan Rian-Rossy. Tahun 1990, sekolah yang diberi nama Sekolah Darurat Kartini ini berdiri, atas dasar keprihatinan terhadap nasib pendidikan anak-anak pinggiran. 

Rian-Rossy pun awalnya merogoh kocek sendiri untuk membiayai kegiatan belajar mengajar yang berlangsung. Mulai dari memberikan makan, baju seragam siswa, peralatan sekolah, hingga membekali dengan teknik keterampilan.

Namanya sekolah darurat, tempat belajarnya pun tak permanen. Siswa yang sekolah ini adalah anak-anak dari kelompok marjinal yang tidak diterima mengenyam pendidikan di sekolah reguler. Setelah beberapa kali pindah "sana-sini", kini Sekolah Kartini kembali terancam mengalami penggusuran. Saat ini, Sekolah Kartini berlokasi di kawasan Lodan Raya, menggunakan lahan milik PT Kereta Api Indonesia. Batas waktu yang diberikan hingga 10 September mendatang. Setelahnya, kemungkinan akan kembali ke kolong jembatan tol Lodan Mas. 

Sebelum di Lodan Mas, sekolah ini sempat digelar di kawasan Kebun Sayur, Kebon Walang, dan daerah pinggir rel.

Bangunan yang kini "dihuni" Sekolah Kartini adalah bekas gudang. Tanpa sekat, di ruangan ini berlangsung proses belajar mengajar para siswa dari PAUD, TK, SD, hingga SMP. 

"Kami kasihan melihat anak-anak jalanan yang enggak bisa sekolah. Untuk membangun negeri ini cuma memiliki satu cara, perbaiki pendidikan. Dan anak jalanan ini juga berhak memiliki pendidikan," ujar Rossy, di Jakarta, Kamis (19/7/2012).

Rian dan Rossy membiayai kebutuhan anak didik dari usahanya sendiri. Terkadang, sumbangan datang dari masyarakat yang peduli terhadap sekolah darurat yang sifatnya tidak kontinu. 

"Untuk membiayai kehidupan mereka, kami punya sawah loh di daerah Puncak. Dari hasil panen itulah kami bisa memberi makan anak-anak ini," ungkap Rian.

Metode belajar Sekolah Darurat Kartini

Sekolah kartini memiliki metode tersendiri dalam mendidik kelompok marginal di wilayah Ancol tersebut. Dengan keterbatasan ruangan, maka kedua saudara ini menyiasati dengan metode pelajaran darurat. Untuk tingkat PAUD dan TK ditangani oleh dua orang guru bantu, SD kelas 1 diajarkan membaca, kelas 2 berhitung penjumlahan, dan kelas 3 perkalian. Adapun, untuk kelas 4-6  belajarnya disatukan mata pelajarannya. 

"Ya kita satukan saja. Kan pelajarannya itu-itu aja, cuma di setiap kelas lebih mendalam pembahasannya," jelas Rossy.

Untuk tingkat SMP dan SMA, mereka juga menerapkan pola yang sama dengan siswa SD kelas 4-6. "Masa iya belajar tiga tahun enggak lulus ujian, kalau belajar sih pasti lulus," ujar Rossy.

Pola pengajarannya, lanjut Rossy, juga tak bisa disamakan dengan mendidik siswa pada sekolah reguler. Anak-anak jalanan yang bersekolah di sini membutuhkan perlakuan khusus untuk mengubah prilakunya dengan ketegasan dan kasih sayang. Pembentukan karakter menjadi pilar utama dalam mendidik mereka.

Bekal terjun ke masyarakat


Di Sekolah Kartini, para siswa tak hanya dibekali pelajaran secara formal. Rian dan Rossy juga membekali anak didiknya dengan tata cara bergaul. Menurut mereka, hal ini penting. Tak tanggung-tanggung, anak didik dibekali dengan table manner seperti cara memegang gelas, piring, melipat baju, berbicara, duduk, dan berinteraksi dalam bentuk apa pun di tengah masyarakat.

Selain itu, ibu kembar juga menguji kejujuran dari siswa didik dengan tinggal bersama mereka sebelum siap bekerja. Para lulusan Sekolah Kartini tercatat ada yang berkecimpung di bidang pelayaran, kepolisian, mau pun bidang pekerjaan lainnya.

"Siswa Sekolah Darurat Kartini yang sampai ke perguruan tinggi sekitar 25 persen, 70 persen bekerja, dan 5 persen kembali ke terminal," tambah Rossy. 



Kompas.com

Sekolah Darurat Kartini Terancam Digusur

0 komentar
JAKARTA, KOMPAS.com — Masih ingat Sekolah Darurat Kartini yang didirikan oleh dua ibu kembar Rossa-Rossy? Beberapa tahun lalu, sekolah yang mereka dirikan mendapatkan perhatian. Didirikan sejak tahun 1990, Sekolah Kartini sudah lima kali berpindah tempat. Alasannya, digusur. 

Kini, persoalan yang sama kembali dihadapi. Sekolah Kartini yang sekarang berlokasi di kolong jembatan layang Lodan Raya, Jakarta Utara, akan digusur oleh PT Kereta Api Indonesia, pemilik lahan yang ditempati sekolah ini. Batas waktu diberikan hingga 9 September 2012. 

"Kami sudah digusur sebanyak lima kali. Tapi kami enggak bisa menyediakan anak-anak untuk sekolah di sekolah negeri. Karena mereka, kan, enggak diterima di masyarakat. Mereka itu tinggalnya di pinggir kali, pinggir jalan, pinggir rel. Jadi enggak bisa bergabung dengan masyarakat umum," ujar Sri Rossyati (63), salah seorang pendiri Sekolah Kartini, saat dijumpai Kompas.com, Kamis (19/7/2012).

Sekolah Kartini menempati sebuah gudang. Di sinilah berlangsung kegiatan belajar mengajar sejak tahun 2006.

Terkait rencana penggusuran, Mateta dari Humas PT KAI Daop I Jakarta, yang dihubungi secara terpisah, mengungkapkan, bangunan yang digunakan Sekolah Kartini berada di wilayah PT KAI. Sesuai aturan, kata Mateta, bangunan apa pun yang berdiri di atas hak orang lain telah menyalahi aturan. Surat pemberitahuan penggusuran sudah dilayangkan pada 2 Juli 2012. Sekolah Kartini diberikan batas waktu hingga 9 September 2012, sebelum penggusuran yang akan dilakukan sehari setelahnya, 10 September 2012.  

Untuk anak-anak pinggiran

Rossy mengisahkan, sekolah yang didirikannya memberikan pendampingan kepada anak-anak dari kelompok marjinal.  Anak-anak ini, menurut dia, tidak diterima di sekolah reguler. Keterbatasan ekonomi orangtua membuat mereka meninggalkan bangku sekolah karena tak mampu membayar berbagai kebutuhan pendukung belajar meski biaya sekolah digratiskan. 

"Kalau untuk keterampilan juga mereka bayar sendiri. Disuruh menari, ya, bayar lagi Rp 50.000, ya enggak bisa. Akhirnya keluar dan putus sekolah," kata Rossy.

Ia meyakini, melalui Sekolah Kartini yang memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak dari keluarga miskin, akan memberikan harapan akan lahirnya generasi menjanjikan. Rossy berharap anak-anak didiknya akan mendapatkan ilmu, menjadi pribadi yang berkarakter dan memiliki keterampilan sehingga mempunyai kepercayaan diri untuk bergabung dengan anak-anak lain yang mengenyam pendidikan lebih baik. 

"Kalau saya beli ruko (rumah toko) dan belajar di ruko, anak-anak enggak akan boleh masuk ke ruko itu. Pakaian mereka kan seadanya, belum sampai (ruko) sudah diminta keluar nanti," tambah Rossy.



Kompas.com

Selasa, 24 Juli 2012

Siswa Sekolah Darurat Produksi Batik

0 komentar

Liputan6.com, Jakarta: Para siswa Sekolah Darurat Kartini di bawah kolong jembatan Jalan Lodan, Ancol, Jakarta Utara, menggoreskan kreativitasnya dengan membatik. Ternyata anak-anak dari kalangan tak mampu itu menghasilkan batik berkualitas tinggi dan telah dipasarkan ke beberapa negara Asia dan Eropa. 


Pengerjaan batik modern itu tak lepas dari bimbingan dua ibu kembar, Rossy dan Rian. Selama ini, sekolah darurat itu memang dikelola Rossy dan Rian, sekaligus mengajarkan seni membatik. Bahkan, membatik pun telah dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah itu.


Pengerjaan batik itu, sejak berupa pola hingga batik siap jual, memakan waktu satu hingga dua bulan. Karena itu, karya mereka dihargai tinggi. Selain diekspor ke Jepang dan Singapura, batik karya mereka juga dipesan para pejabat tinggi.(SHA)




Sumber : Liputan6.com